Skip to main content

Why I Switched to Ubuntu

Bagian terbesar di komputerku adalah Ubuntu. Kenapa? Ya, karena aku suka sama Ubuntu, sama tampilannya, khususnya Ubuntu Gnome -- No offense to Unity lovers though. Ubuntu jadi satu-satunya OS yang beruntung buat nongkrong di komputerku, bukan di Jendela, bukan pula pake Apel (what?).
Itu semua berawal dari zaman dulu kala....

...

(musik --kayak drililing drilling ling driling-- saat memasukki flashback story)

...

Aku seorang muda, pekuliah di Institut Teknologi Bandung. Hidup sendiri, alone, di kosan. Tak ada orang tua, tak ada keluarga, jauh dari sanak saudara. Susah-susah hidup harus dihirup sendiri. Tak ada yang bisa diajak berbagai. Senang-senang hidup juga dimakan sendiri. Nggak ada yang bisa diajak tertawa.
Zaman itu Android adalah sesuatu yang sedang marak-maraknya. Android sedang meroket, terkenal di sana-sini. Semua orang, uhm hampir semua orang, tahu apa itu Android. Hal ini mendapatkan perhatianku, aku jadi pengin belajar bikin aplikasi Android....

(huh, ceritanya masih panjang....)

Waktu itu aku masih bangga buka Jendela di laptopku, karena zaman itu lagi ngetren-ngetrennya 8 dan 8.1 buah Jendela di layar komputer. Jadi ngga mau ketinggalan dong, aku juga pasang 8 daun Jendela di laptopku.
Singkat cerita, biar ngga kepanjangan, pegel nulis, aku belajar deh gimana cara bikin aplikasi Android, di Jendela. Waktu itu masih pake Gerhana buat bikin Aplikasi Android. Apesnya, Gerhana waktu itu berat banget, dan sampe sekarang juga masih berat banget kalau dilihat lewat Jendela. Saking beratnya, sampe-sampe daun Jendela ngga mau kebuka lamaaaaa banget, atau ngga mau nutup lamaaaaa banget. Jadi bikin makan ati.
Alhamdulillah,,,, tak lama sedari itu, muncul Android Studio yang dibesut oleh Google, yaitu aplikasi khusus buat bikin aplikasi khusus Android. #bingung? Pelan-pelan bacanya.
Alhamdulillah,,, Android Studio lumayan lebih ringan dibanding liat Gerhana. Senengnya.
Tapi bencana datang lagi. Semakin pake Android Studio, semakin berat pula tuh aplikasi. Sampe memori yang kepake bergiga-giga. Hal ini juga bikin makan ati, karena beraaat banget.

(Ini klimaksnya...)

Sampe suatu malam, habis isya. Aku duduk di kasur lantai, (well, bukan kasur lantai, tapi kasur yang ada di lantai, you know what I mean) melanjutkan bikin aplikasi pake Android Studio. Saat itu hati udah hampir habis kemakan tiap buka Android Studio. Jendela jadi bebel ngga ngerespon. Soalnya gini...
Aku buka Android Studio aja kira-kira 10-20 menit. Buat buka aja bung.
Lalu, aku ketik sesuatu, satu huruf....
JEJEENGGGG....
Macet total kayak di Jakarta.
Android Studio ngga ngerespon. Jendela ngga ada angin masuk ataupun keluar.

(Tahan nafas sambil lihatin kursor ngga kedip, aku juga ngga kedip matanya)

JEEEEEENGGGG.....
Kursor berkedip kembali, artinya Android Studio hidup kembali.


Lalu aku ketik lagi satu karakter.

Huppppp....

Tahan nafas lagi.......
Karena kursor ngga kedip lagi, Android Studio tidur lagi....
Angin di Jendela juga macet lagi....

ARRRGHGHGHG...

(Ini beneran loh, skenarionya kayak gini. Nggak mengada-ngada).

SUDAH CUKUP!
Hatiku sudah habis kau makan terus Android Studio! Cukup! Cukup! Cukuuup!!!!
"Dug! dug! dug!", aku pukul-pukul dadaku yang sesak bukan main, lalu kututup Jendela!

...

Aku tarik nafas perlahaaan, buang
tarik nafas perlahaan, buang...
berkali-kali untuk membuat hati baru...
...

Fyuh, klimaksnya selesai... Ahahaha

(Anti klimaks cuy...)

Lalu seketika, muncul ide berlian dari langlang buana pojok pikiranku terdalam.
"Gimana kalo pake Ubuntu? Ubuntu dari Linux, linux itu ringan. Sementara Android studio itu buat bikin Android, yang Android itu based-on linux. Bakalan ringan juga kan? (harusnya! mungkin!)", pikirku.
Tanpa pikir panjang, aku kemas-kemas barang-barang. Laptop, charger dan sebagainya kumasukkan ke ransel. Lalu cap cus pergi ke kampus, buat download Ubuntu.
Asal tahu aja, Internet di kampus itu cepet bingits. Mungkin kalo bayar ke provider di Indonesia, sampe 1.5 jutaan per bulan. Entahlah, tapi untungnya gratis-tis-tis, (eh bayar 25 rb / bulan).
Alhasil, download ISO ubuntu yang cuma 800 - 1GB memakan waktu hanya kurang lebih 30 menit.
Udah itu langsung ku install. Dual boot.
Aku belum berani buat membuang Jendela mentah-mentah sekaligus karena aku masih Jendela Mania. Anak yang ngga bisa hidup tanpa Jendela. Selain itu, Jendela ku itu ber-lisensi cuuy.... Mahal belinya... masak dibuang begitu sajah! Kan sayang!
Jadi kupilih Dual Boot.

Proses installasi memakan waktu berhari-hari karena aku harus nyari tahu gimana install Ubuntu dual boot. Ini proses harus ekstra hati-hati. Meskipun aku udah pernah install Ubuntu sebelumnya, tapi kalau salah langkah bisa hilang semua data. Tahu kan rasanya kehilangan data di komputer, rasanya tuh kayak kehilangan anak semata wayang yang sudah dibesarkan sepuluh tahun, lagi lucu-lucunya kan anak tuh, terus ilang. Kayak apa yah rasanya? Belum pernah kehilangan anak. dan belum pernah punya anak. Ahahahahaha. Kehilangan anak, jangan deh, naudzubillah.
...
Alhamdulillah proses installasi berhasil. Aku langsung deh install Android Studio di Ubuntu.
Dan ternyata Emang BENER! Jalanin Ubuntu di Android Studio ringggaaan bingiiiits. Seringan-ringannya tepung masih ringan Jalanin Ubuntu Studio di Android... #Apa sih?
Alhamdulillah.... Rasanya tuh seneeeng banget...... Hati lega dan penuh kembali setelah dicincang-cincang berminggu-minggu.
Rasanya kayak anak yang hilang sepuluh tahun ditemukan kembali... Seneng banget.
Kayak apa yah rasanya anaknya kembali? Ahaahaa

(Penutupan... yey hampir selesai ceritanya...)

Mulai saat itu aku mulai lebih sering pake Ubuntu daripada lihat di Jendela. Data-data mulai kupindahkan ke Ubuntu, meskipun yang di Jendela masih bisa dibuka di Ubuntu, tapi karena aku lebih sering buka Ubuntu ya buat apa. Aku juga membiasakan diri mengerjakan tugas-tugas di Ubuntu. Menggunakan software ubuntu, software gratis yang luar biasa. Meski sangat suka sama fitur-fitur Words nya Jendela, aku berusaha melupakan kenangan indah bersama Word, aku juga berusaha melupakan kenangan indah bersama Excel di Jendela dan membiasakan pake Calc nya Libre Office. Mereka yang dari Ubuntu tidak sempurna, dan mungkin tidaklah memberikan pengalaman sebaik pake Word dan Excel atau produk di Jendela lain. Tapi mereka cukup untuk membuat dokumen tugas-tugas. Jadi, nggak masalah.

Lalu sampai suatu ketika, setelah aku benar-benar terbiasa pake Ubuntu, aku tetapkan dengan hati bulat...
Meninggalkan semua Jendela.
This is a very big decission!

Karena aku udah terbiasa pake Ubuntu, meninggalkan Jendela yang sudah nongkrong bertahun-tahun di laptopku ternyata tidak semenderita yang kubayangkan.
Aku tetap bisa menjalankan rutinitas tugas seperti biasanya. Tugas kelar melar dan benar.
Dan yang terpenting, Hatiku tak hancur lebur dimakan undur-undur! #ahaha apa sih
Ya, sejak saat itu, intensitas hatiku termakan kesabaran jauh berkurang. Kuantitas hatiku yang termakan kesabaran juga jauuuh berkurang.

"Sejak saat itu, saya merasa hidup saya berubah menjadi jauh lebih sehat dan jauh lebih baik. Saya bahagia sekali".
(Bayangin kayak orang yang di iklan produk olah raga di tv two) Ahahaha

-THE END-
nonono
-TO BE CONTINUED-




Hah! cerita yang panjang dan melelahkan.
Yah, begitulah cerita kenapa aku pindah ke Ubuntu setelah sekian lama ber-Jendela riya.
And I'm happy with it.
Satu hal yang belum aku ungkapkan kenapa aku lebih seneng Ubuntu Gnome ketimbang lainnya, yaitu interface Gnome menurutku lebih cantik dari pada interface Unity dan lainnya.
That's it. Ahahaha.

Bye...

Comments

Popular posts from this blog

[Arduino Project -- 5] -- Using Keypad and LCD Screen at Once to make simple Calculator

Good day. This is my fifth times of my post about Arduino. We've learned about how to create something using Arduino from the very beginning that was just make a simple push button, till we made something more difficult which was creating a temperature censor and displaying the result in the LCD screen. And now, i'm gonna show you how to use a keypad and LCD Screen at once. With these two devices are combined with our Arduino, we are able to make something like a little application. And now, i'm gonna make a simple calculator using them. Stuffs: These are stuffs you are gonna need to prepare An Arduino Uno A BreadBoard Jumper Cables A Keypad A PC which has Arduino App Installed A Potensiometer A Resistor What do we do? First thing we gotta do is to wire our Arduino and keypad as shown below: Actually we dont need the speaker and the led. But I put them when i wired them. And here is my work: It was a little bit confusing i thought. And aft

[Arduino Project-1] -- PushButton Lamp

Apa sih Arduino? Salam, Pada posting kali ini akan menjelaskan tentang tugas kuliah Interaksi Manusia dengan Komputer dan Antar Muka, yaitu membuat lampu push button menggunakan Arduino. Saya anggap pembaca telah mengetahui apa itu arduino. Jika belum tahu, akan saya jelaskan sedikit. Arduino bisa dikatakan sebagai alat untuk membuat sebuah prototye. Kita bisa  membuat apapun (hampir apapun) dengan menggunakan arduino. Seperti membuat sensor panas/dingin,bahkan hingga membuat robot. Arduino sebenarnya diperuntukkan bagi para artist maupun designer yang memerlukan kemudahan dalam merancang produk yang hendak mereka buat. Jadi, untuk menggunakannya tidak diperlukan keterampilan khusus yang tinggi karena di design untuk kemudahan (tentunya setelah tahu dasar-dasarnya). Seperti apa sih Arduino itu? Di bawah ini gambarnya Image Source: https://dlnmh9ip6v2uc.cloudfront.net//images/products/1/1/0/2/1/11021-01a.jpg Arduino ada banyak jenisnya yang bisa dilihat di

[Arduino Project-2] -- Lampu Fade in - Fade out dengan PWM

Good Day, Semoga hari-hari selalu menjadi hari baik bagi kita semua. Masih kesengsem sama Arduino, pada postingan kali ini saya akan menjelaskan (kalau bisa disebut) mempraktikan cara membuat lampu LED yang bisa nyala terang dan gelap (fade-in / fade-out ) dengan PWM. Yang akan kita lakukan adalah membuat lampu LED berubah tingkat terangnya (brightness). Sebelumnya kita perlu tahu apa itu PWM. PWM atau Pulse Width Modulation adalah teknik yang dilakukan untuk mengubah tingkat ke terang an (brightness) LED dengan cara mengatur waktu delay. Jika kita memberikan delay pada LED dengan Arduino maka lampu tersebut akan berkedip. Akan tetapi jika delay sangat cepat, maka lampu tersebut terlihat tidak berkedip lagi, melainkan kita bisa mengatur tingkat terang (brightness) lampu tersebut. Jika delay yang sangat cepat tersebut diturunkan kecepatannya sedikit, maka yang terlihat adalah brightness lampu yang turun. Begitu pula sebaliknya. Jika membingungkan, Anda tidak perlu mengingatnya. Baiklah